Selasa, 08 Oktober 2013

Provinsi Kepulauan Riau, Tanjungpinang

Arti & Lambang Kepulauan Riau 


Lambang Kepulauan Riau terdiri dari 6 (enam) bagian dengan rincian sebagai berikut :

  • Bintang berwarna kuning melambangkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 
  • Mata Rantai berwarna hitam berjumlah 32 (tiga puluh dua) yang berlatar belakang warna hijau muda  melambangkan kebersamaan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang bersatu padu dan menunjukkan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang ke- 32 di Negara Republik Indonesia. 
  • Perahu berwarna kuning sebagai simbol alat transportasi masyarakat Kepulauan Riau dengan layar berwarna putih yang terkembang melambangkan semangat kebersamaan dalam satu tekad mengisi laju pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau.
  • Padi berwarna kuning berjumlah 24 (dua puluh empat) butir dan Kapas berwarna hijau dan putih berjumlah 9 (sembilan) kuntum melambangkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sebagai tujuan utama dan mengingatkan tanggal disahkannya Undang-Undang terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau 24 September 2002, Sebilah Keris berluk 7 (tujuh) berwarna kuning emas berhulu kepala Burung Serindit berwarna hitam, di atas tepak sirih berwarna merah lekuk 5 (lima),
  • Sebilah Keris berluk 7 (tujuh) berwarna kuning emas berhulu kepala Burung Serindit berwarna hitam, melambangkan keberanian dalam menjaga dan memperjuangkan negeri bahari ini untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran, 
  • Tepak Sirih berwarna merah melambangkan persahabatan, Perahu berwarna kuning sebagai simbol alat transportasi masyarakat Kepulauan Riau dengan layar berwarna putih yang terkembang, melambangkan semangat kebersamaan dalam satu tekad mengisi laju pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau, 
  • Gelombang berlapis 7 sebagai simbol bulan Juli, sehingga mengingatkan kita diresmikannya Provinsi Kepulauan Riau yakni tanggal 1 Juli 2004; 4. Tulisan “PROVINSI KEPULAUAN RIAU” berwarna putih di atas dasar lambang daerah berwarna biru tua sebagai identitas nama daerah 
  • Pita berwarna kuning bertuliskan “BERPANCANG AMANAH BERSAUH MARWAH” berwarna hitam adalah motto daerah yang mengandung semangat dan tekad serta azam masyarakat Provinsi Kepulauan Riau dalam menuju cita-cita luhurnya. 
  • Bentuk perisai bersudut lima berwarna hijau pucuk daun pisang berbingkai coklat melambangkan Kota Tanjungpinang yang berdasarkan Pancasila;
  • Bintang berwarna putih adalah melambangkan Keagungan dan Kesucian Nur (cahaya) Ketuhanan yang menerangi sendi-sendi kehidupan Kota Tanjungpinang;
  • Payung berwarna kuning adalah melambangkan Kebesaran Melayu Riau dan melindungi kehidupan masyarakat, bertulang dua belas berwarna merah adalah merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan beragama, pemerintahan dan masyarakat sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji;
  • Padi dan Kapas, padi berwarna kuning dan kapas berwarna putih dengan kelopak hijau tua adalah sebagai Lambang Kemakmuran dan Kesejehteraan bersimpul tali satu kesatuan berjumlah 45 (empat puluh lima) 8 garis dengan padi berjumlah 17 (tujuh belas) dan kapas berjumlah 10 (sepuluh) yang merupakan Hari Jadi Kota Otonom Tanjungpinang;
  • Selembar daun sirih berwarna hijau tua beruas enam adalah Keluhuran dan Kejujuran sebagai simbol adat istiadat dan budaya Melayu yang bersendikan kepada nilai-nilai keimanan;
  • Kelopak bunga 4 (empat) buah berwarna kuning melambangkan Keagungan dan Kebangsawanan dan disangga kelopak kecil 18 (delapan belas) buah berwarna merah melambangkan keberanian, mengartikan Kota Tanjungpinang sebagai kota yang indah, berbudaya dan merupakan gambaran Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 (empat) Kecamatan dan 18 (delapan belas) Kelurahan;
  • Gelombang laut berwarna biru muda ada lima adalah keluhuran Pancasila sebagai Dasar Negara dan Landasan dalam Pemerintahan;
  • Keris berluk lima berwarna kuning emas dan berhulu warna coklat berbentuk kepala burung serindit adalah melambangkan Agama sebagai tiang utama, Jiwa kejuangan dan Patriotisme Rakyat serta kebijaksanaan untuk mengamankan negeri.
  • Pita berwarna coklat berarti Keabadian, Kekekalan dan kebijaksanaan;
  • Tulisan berwarna hitam berarti Ketenangan.
Motto Kota Tanjungpinang adalah “JUJUR BERTUTUR BIJAK BERTINDAK” yang tertulis pada pita berwarna coklat mengandung makna amanah dan bijaksana dalam menyelenggarakan pemerintahan dan sebagai pelayan masyarakat dapat memberikan kekekalan dan keabadian yang nyata bagi masyarakat Kota Tanjungpinang.
  • Slogan Kota Tanjungpinang adalah “GURINDAM” yang merupakan singkatan dari Gigih, Unggul, Rapi, Indah, Nyaman, Damai, Aman dan Manusiawi yang mengandung makna Kota Tanjungpinang ditata secara terpadu untuk menciptakan lingkungan yang indah, hijau, berbunga, bersih, memiliki daya pemikat bagi wisatawan yang merupakan cerminan dari Pemerin tahan yang berwibawa, bebas dari penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat dan bertindak berlandaskan adat istiadat, budaya, moralitas dan kemanusiaan.
  • Masjid Agung Sultan Riau
  • Empat buah komplek makam Raja
  • Dua buah bekas istana dan beberapa gedung lama, dan
  • Benteng pertahanan, sumur dan taman.

Di dalam perahu berwarna kuning yang dengan gelombang 7 (tujuh) lapis, yang masing-masing melambangkan sebagai berikut : 


Perangko Lambang Provinsi Kepulauan Riau
 Arti & Logo KotaTanjungpinang




Sejarah Kota Tanjungpinang
 
Tanjungpinang adalah sebuah kota di ujung selatan Pulau Bintan,dan berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan kapal laut dari singapura dan 3 jam dari Johor-Malaysia.Kota yang sarat akan sejarah, budaya dan adat istiadat Melayu. Kondisi Geografisnya yang terdiri dari beberapa pulau merupakan keistimewaan tersendiri bagi Kota Tanjungpinang. Salah satu pulau yang sarat dengan sejarah adalah Pulau Penyengat, Pulau ini tidak terlalu besar, hanya 3.5 Km 2 akan tetapi di Pulau ini terdapat banyak peninggalan berupa potensi cagar budaya dengan wujud bangunan-bangunan arsitektural, makam, dan Situs. Disisi lain Pulau Penyengat adalah tempat kelahiran Pahlawan Nasional Bahasa Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam 12-nya ini terletak pada lokasi yang sangat startegis yaitu berada di sebelah barat Kota Tanjungpinang dan untuk kesana dapat dilewati dengan jalur transportasi laut tak lebih dari 15 menit.

Dahulu Pulau yang berhadapan dengan Kuala Sungai Riau ini selalu menjadi tempat pemberhentian para pelaut yang lewat di kawasan ini terutama untuk mengambil air tawar. Konon suatu ketika para pelaut yang sedang mengambil air tawar tersebut diserang oleh sejenis lebah yang disebut Penyengat. Akibat serangan lebah tersebut, jatuh korban jiwa dari pelaut. Sejak saat itulah pulau ini dinamakan Penyengat Indera Sakti dan selanjutnya lebih dikenal dengan Pulau Penyengat sampai sekarang. Karena letaknya yang cukup strategis bagi pertahanan, Pulau Penyengat dijadikan Pusat Kubu pertahanan Kerjaan Riau oleh Raja Haji yang Dipertuan Muda Riau IV (termasyhur dengan gelar Raja Haji Syahid Fisabilillah/Marhum Teluk Ketapang) ketika melawan Belanda pada tahun 1782-1784.

Pada tahun 1803 Pulau Penyengat yang telah di bina dari dari sebuah pusat pertahanan menjadi negeri dengan segala fasilitas yang memadai, dijadikan mahar dari Baginda Raja Sultan Mahmud kepada Raja Hamidah atau Engku Puteri, anak seorang yang dipertuan Riau yang terkemuka yaitu Raja Haji Fisabilillah atau Marhum Teluk Ketapang. Selanjutnya pulau Penyengat menjadi tempat kediaman resmi Para Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga, sementara Sultan (Yang Dipertuan Besar) berkedudukan di Daik-Lingga.

Diantara beberapa peniggalan Sultan Riau yang terdapat di Pulau Penyengat sebagai bukti sejarah pada masa lampau yaitu :
Kota Tanjungpinang dengan posisinya yang agak tersuruk, terlindung dari pengaruh cuaca buruk dan alur laut yang cukup dalam merupakan tempat yang ideal bagi armada pelayaran untuk berlindung dari serangan badai, atau untuk berlabuh sementara mengambil air dan perbekalan. Menjelang berdirinya Kerajaan Riau (1722), Tanjungpinang telah menjadi kubu pertahanan Raja Kechik dalam perang saudara merebutkan tahta Kerajaan Johor melawan Tengku Sulaiman dan sekutunya. Setelah berdiri kerajaan Riau, kedudukan Tanjungpinang sebagai pusat pertahanan makin jelas ketika Riau bersiap menghadapi perang melawan Belanda (VOC) antara tahun 1782-1784. Benteng Riau di Tanjungpinang dan sekitarnya sangat berjasa dalam menahan serbuan armada Belanda ke pusat kerajaan Riau dan memaksa Belanda mundur ke Malaka.

Semenjak tahun 1784, Tanjungpinang mulai tumbuh sebagai sebuah tempat pemukiman dan kemudian menjadi sebuah kota yang juga berperan sebagai bandar dagang. Fungsi dan kedudukan sebagai pusat perdagangan menjadikan Tanjungpinang sebagai kota penting di Sumatra bagian Timur sesudah Medan san Palembang. Selain Tanjungpinang ditetapkan sebagai ibukota keresidenan Belanda untuk wilayah yang cukup luas, yaitu sampai kesebagian Sumatra bagian Tengah dan sebagian Sumatra bagian Utara. Pada tahun 1983, sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 31 tahun 1983 tanggal 18 Oktober 1983 telah dibentuk Kota Administratif Tanjungpinang yang membawahi kecamatan Tanjungpinang Timur dan Tanjungpinang Barat. Selanjutnya pada tahun 2001 sesuai dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001, kota Administratif Tanjungpinang menjadi kota Tanjungpinang dengan membawahi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Barat, Kecamatan Bukit Bestari dan Kecamatan Tanjungpinang Timur


Raja Haji Fisabilillah

Raja Haji Fisabilillah (lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau, 1725 – meninggal di Ketapang, 18 Juni 1784) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Pulau Penyengat, Indera Sakti, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.Raja Haji Fisabililah merupakan adik kepada Sultan selangor pertama sultan Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua Sultan Ibrahim. Namanya diabadikan dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah.

 Raja Haji Fisabilillah, Yamtuan Muda ke-4 serta pejuang anti-Belanda terbilang, telah dimakamkan buat kali kedua berdekatan dengan Habib Alwi, seorang tokoh agamawan yang tersohor. Ini membolehkan para penyokong perjuangan anti-Belanda menziarahi makam baginda tanpa takut terhadap tindak balas pemerintah Belanda dengan alasan menziarahi makam Habib Alwi.

Riwayat perjuangan

Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji marhum Teluk Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Ia terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil membangun pulau Biram Dewa di sungai Riau Lama. Karena keberaniannya, Raja Haji Fisabililah juga dijuluki (dipanggil) sebagai Pangeran Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Jambi. Ia gugur pada saat melakukan penyerangan pangkalan maritim Belanda di Teluk Ketapang (Melaka) pada tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam di Melaka (Malaysia) ke Pulau Penyengat oleh Raja Ja'afar (putra mahkotanya pada saat memerintah sebagai Yang Dipertuan Muda).

 Monumen perjuangan pahlawan nasional Raja Haji Fisabilillah.

 Monumen perjuangan Raja Haji Fisabilillah yang berada di pantai tepi laut 


Pelabuhan Sri Bintan Pura



Pelabuhan Sri Bintan Pura adalah pelabuhan nasional dan internasional yang berada di kota Tanjung Pinang yaitu di pantai barat pulau Bintan, provinsi Kepulauan Riau. Pelabuhan ini menghubungkan kota Tanjung Pinang dengan pelabuhan-pelabuhan di sebelah utara (pelabuhan Lobam dan pelabuhan Bulang Linggi), dengan kepulauan di sebelah barat, seperti pelabuhan Tanjung Balai (pulau Karimun), pelabuhan Telaga Punggur di pulau Batam, serta kepulauan di sebelah selatan seperti pulau Lingga dan Singkep. Untuk pelayaran ke luar negeri, pelabuhan Sri Bintan Pura juga mempunyai jalur perhubungan ke Singapura (HarbourFront dan Tanah Merah) serta Malaysia (Stulang Laut).

Beberapa jenis kapal yang mempunyai jalur pelayaran dari dan ke pelabuhan Sri Bintan Pura antara lain adalah: kapal ferry Sentosa, kapal Merbau, dan lain-lain. Perahu motor pompong juga dipakai untuk menghubungkan kota ini dengan pulau Penyengat yang jaraknya cukup dekat (10 sampai 15 menit).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar