Arti & Lambang Kepulauan Riau
- Bintang berwarna kuning melambangkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Mata Rantai berwarna hitam berjumlah 32 (tiga puluh dua) yang berlatar belakang warna hijau muda melambangkan kebersamaan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau yang bersatu padu dan menunjukkan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang ke- 32 di Negara Republik Indonesia.
- Perahu berwarna kuning sebagai simbol alat transportasi masyarakat Kepulauan Riau dengan layar berwarna putih yang terkembang melambangkan semangat kebersamaan dalam satu tekad mengisi laju pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau.
- Padi berwarna kuning berjumlah 24 (dua puluh empat) butir dan Kapas berwarna hijau dan putih berjumlah 9 (sembilan) kuntum melambangkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sebagai tujuan utama dan mengingatkan tanggal disahkannya Undang-Undang terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau 24 September 2002, Sebilah Keris berluk 7 (tujuh) berwarna kuning emas berhulu kepala Burung Serindit berwarna hitam, di atas tepak sirih berwarna merah lekuk 5 (lima),
- Sebilah Keris berluk 7 (tujuh) berwarna kuning emas berhulu kepala Burung Serindit berwarna hitam, melambangkan keberanian dalam menjaga dan memperjuangkan negeri bahari ini untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran,
- Tepak Sirih berwarna merah melambangkan persahabatan, Perahu berwarna kuning sebagai simbol alat transportasi masyarakat Kepulauan Riau dengan layar berwarna putih yang terkembang, melambangkan semangat kebersamaan dalam satu tekad mengisi laju pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau,
- Gelombang berlapis 7 sebagai simbol bulan Juli, sehingga mengingatkan kita diresmikannya Provinsi Kepulauan Riau yakni tanggal 1 Juli 2004; 4. Tulisan “PROVINSI KEPULAUAN RIAU” berwarna putih di atas dasar lambang daerah berwarna biru tua sebagai identitas nama daerah
- Pita berwarna kuning bertuliskan “BERPANCANG AMANAH BERSAUH MARWAH” berwarna hitam adalah motto daerah yang mengandung semangat dan tekad serta azam masyarakat Provinsi Kepulauan Riau dalam menuju cita-cita luhurnya.
- Bentuk perisai bersudut lima berwarna hijau pucuk daun pisang berbingkai coklat melambangkan Kota Tanjungpinang yang berdasarkan Pancasila;
- Bintang berwarna putih adalah melambangkan Keagungan dan Kesucian Nur (cahaya) Ketuhanan yang menerangi sendi-sendi kehidupan Kota Tanjungpinang;
- Payung berwarna kuning adalah melambangkan Kebesaran Melayu Riau dan melindungi kehidupan masyarakat, bertulang dua belas berwarna merah adalah merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan beragama, pemerintahan dan masyarakat sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji;
- Padi dan Kapas, padi berwarna kuning dan kapas berwarna putih dengan kelopak hijau tua adalah sebagai Lambang Kemakmuran dan Kesejehteraan bersimpul tali satu kesatuan berjumlah 45 (empat puluh lima) 8 garis dengan padi berjumlah 17 (tujuh belas) dan kapas berjumlah 10 (sepuluh) yang merupakan Hari Jadi Kota Otonom Tanjungpinang;
- Selembar daun sirih berwarna hijau tua beruas enam adalah Keluhuran dan Kejujuran sebagai simbol adat istiadat dan budaya Melayu yang bersendikan kepada nilai-nilai keimanan;
- Kelopak bunga 4 (empat) buah berwarna kuning melambangkan Keagungan dan Kebangsawanan dan disangga kelopak kecil 18 (delapan belas) buah berwarna merah melambangkan keberanian, mengartikan Kota Tanjungpinang sebagai kota yang indah, berbudaya dan merupakan gambaran Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 (empat) Kecamatan dan 18 (delapan belas) Kelurahan;
- Gelombang laut berwarna biru muda ada lima adalah keluhuran Pancasila sebagai Dasar Negara dan Landasan dalam Pemerintahan;
- Keris berluk lima berwarna kuning emas dan berhulu warna coklat berbentuk kepala burung serindit adalah melambangkan Agama sebagai tiang utama, Jiwa kejuangan dan Patriotisme Rakyat serta kebijaksanaan untuk mengamankan negeri.
- Pita berwarna coklat berarti Keabadian, Kekekalan dan kebijaksanaan;
- Tulisan berwarna hitam berarti Ketenangan.
- Slogan Kota Tanjungpinang adalah “GURINDAM” yang merupakan singkatan dari Gigih, Unggul, Rapi, Indah, Nyaman, Damai, Aman dan Manusiawi yang mengandung makna Kota Tanjungpinang ditata secara terpadu untuk menciptakan lingkungan yang indah, hijau, berbunga, bersih, memiliki daya pemikat bagi wisatawan yang merupakan cerminan dari Pemerin tahan yang berwibawa, bebas dari penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat dan bertindak berlandaskan adat istiadat, budaya, moralitas dan kemanusiaan.
- Masjid Agung Sultan Riau
- Empat buah komplek makam Raja
- Dua buah bekas istana dan beberapa gedung lama, dan
- Benteng pertahanan, sumur dan taman.
Di dalam perahu berwarna kuning yang dengan gelombang 7 (tujuh) lapis, yang masing-masing melambangkan
sebagai berikut :
Perangko Lambang Provinsi Kepulauan Riau
Sejarah Kota Tanjungpinang
Tanjungpinang adalah sebuah kota di ujung selatan Pulau Bintan,dan
berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan kapal laut dari singapura dan 3 jam
dari Johor-Malaysia.Kota yang sarat akan sejarah, budaya dan adat
istiadat Melayu. Kondisi Geografisnya yang terdiri dari beberapa pulau
merupakan keistimewaan tersendiri bagi Kota Tanjungpinang. Salah satu
pulau yang sarat dengan sejarah adalah Pulau Penyengat, Pulau ini tidak
terlalu besar, hanya 3.5 Km 2 akan tetapi di Pulau ini terdapat banyak
peninggalan berupa potensi cagar budaya dengan wujud bangunan-bangunan
arsitektural, makam, dan Situs. Disisi lain Pulau Penyengat adalah
tempat kelahiran Pahlawan Nasional Bahasa Raja Ali Haji yang terkenal
dengan Gurindam 12-nya ini terletak pada lokasi yang sangat startegis
yaitu berada di sebelah barat Kota Tanjungpinang dan untuk kesana dapat
dilewati dengan jalur transportasi laut tak lebih dari 15 menit.
Dahulu Pulau yang berhadapan dengan Kuala Sungai Riau ini selalu
menjadi tempat pemberhentian para pelaut yang lewat di kawasan ini
terutama untuk mengambil air tawar. Konon suatu ketika para pelaut yang
sedang mengambil air tawar tersebut diserang oleh sejenis lebah yang
disebut Penyengat. Akibat serangan lebah tersebut, jatuh korban jiwa
dari pelaut. Sejak saat itulah pulau ini dinamakan Penyengat Indera
Sakti dan selanjutnya lebih dikenal dengan Pulau Penyengat sampai
sekarang. Karena letaknya yang cukup strategis bagi pertahanan, Pulau
Penyengat dijadikan Pusat Kubu pertahanan Kerjaan Riau oleh Raja Haji
yang Dipertuan Muda Riau IV (termasyhur dengan gelar Raja Haji Syahid
Fisabilillah/Marhum Teluk Ketapang) ketika melawan Belanda pada tahun
1782-1784.
Pada tahun 1803 Pulau Penyengat yang telah di bina dari dari
sebuah pusat pertahanan menjadi negeri dengan segala fasilitas yang
memadai, dijadikan mahar dari Baginda Raja Sultan Mahmud kepada Raja
Hamidah atau Engku Puteri, anak seorang yang dipertuan Riau yang
terkemuka yaitu Raja Haji Fisabilillah atau Marhum Teluk Ketapang.
Selanjutnya pulau Penyengat menjadi tempat kediaman resmi Para Yang
Dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga, sementara Sultan (Yang Dipertuan
Besar) berkedudukan di Daik-Lingga.
Diantara beberapa peniggalan Sultan Riau yang terdapat di Pulau Penyengat sebagai bukti sejarah pada masa lampau yaitu :
Kota Tanjungpinang dengan posisinya yang agak tersuruk, terlindung
dari pengaruh cuaca buruk dan alur laut yang cukup dalam merupakan
tempat yang ideal bagi armada pelayaran untuk berlindung dari serangan
badai, atau untuk berlabuh sementara mengambil air dan perbekalan.
Menjelang berdirinya Kerajaan Riau (1722), Tanjungpinang telah menjadi
kubu pertahanan Raja Kechik dalam perang saudara merebutkan tahta
Kerajaan Johor melawan Tengku Sulaiman dan sekutunya. Setelah berdiri
kerajaan Riau, kedudukan Tanjungpinang sebagai pusat pertahanan makin
jelas ketika Riau bersiap menghadapi perang melawan Belanda (VOC) antara
tahun 1782-1784. Benteng Riau di Tanjungpinang dan sekitarnya sangat
berjasa dalam menahan serbuan armada Belanda ke pusat kerajaan Riau dan
memaksa Belanda mundur ke Malaka.
Semenjak tahun 1784, Tanjungpinang mulai tumbuh sebagai sebuah
tempat pemukiman dan kemudian menjadi sebuah kota yang juga berperan
sebagai bandar dagang. Fungsi dan kedudukan sebagai pusat perdagangan
menjadikan Tanjungpinang sebagai kota penting di Sumatra bagian Timur
sesudah Medan san Palembang. Selain Tanjungpinang ditetapkan sebagai
ibukota keresidenan Belanda untuk wilayah yang cukup luas, yaitu sampai
kesebagian Sumatra bagian Tengah dan sebagian Sumatra bagian Utara. Pada
tahun 1983, sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 31 tahun 1983
tanggal 18 Oktober 1983 telah dibentuk Kota Administratif Tanjungpinang
yang membawahi kecamatan Tanjungpinang Timur dan Tanjungpinang Barat. Selanjutnya pada tahun 2001 sesuai dengan Undang-Undang nomor 5
tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001, kota Administratif Tanjungpinang
menjadi kota Tanjungpinang dengan membawahi 4 kecamatan yaitu Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Barat, Kecamatan Bukit
Bestari dan Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Raja Haji Fisabilillah
Raja Haji Fisabilillah (lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau, 1725 – meninggal di Ketapang, 18 Juni 1784) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Pulau Penyengat, Indera Sakti, Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau.Raja Haji Fisabililah merupakan adik kepada Sultan selangor pertama sultan Salehuddin dan paman sultan Selangor kedua Sultan Ibrahim. Namanya diabadikan dalam nama bandar udara di Tanjung Pinang, Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah.
Raja Haji Fisabilillah, Yamtuan Muda ke-4 serta pejuang anti-Belanda
terbilang, telah dimakamkan buat kali kedua berdekatan dengan Habib
Alwi, seorang tokoh agamawan yang tersohor. Ini membolehkan para
penyokong perjuangan anti-Belanda menziarahi makam baginda tanpa takut
terhadap tindak balas pemerintah Belanda dengan alasan menziarahi makam
Habib Alwi.
Riwayat perjuangan
Raja Haji Fisabililah atau dikenal juga sebagai Raja Haji marhum Teluk Ketapang adalah (Raja) Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang
IV. Ia terkenal dalam melawan pemerintahan Belanda dan berhasil
membangun pulau Biram Dewa di sungai Riau Lama. Karena keberaniannya,
Raja Haji Fisabililah juga dijuluki (dipanggil) sebagai Pangeran Sutawijaya
(Panembahan Senopati) di Jambi. Ia gugur pada saat melakukan
penyerangan pangkalan maritim Belanda di Teluk Ketapang (Melaka) pada
tahun 1784. Jenazahnya dipindahkan dari makam di Melaka (Malaysia) ke
Pulau Penyengat oleh Raja Ja'afar (putra mahkotanya pada saat memerintah
sebagai Yang Dipertuan Muda).
Monumen perjuangan pahlawan nasional Raja Haji Fisabilillah.
Monumen perjuangan Raja Haji Fisabilillah yang berada di pantai tepi laut
Pelabuhan Sri Bintan Pura
Pelabuhan Sri Bintan Pura adalah pelabuhan nasional dan internasional yang berada di kota Tanjung Pinang yaitu di pantai barat pulau Bintan, provinsi Kepulauan Riau. Pelabuhan ini menghubungkan kota Tanjung Pinang dengan pelabuhan-pelabuhan di sebelah utara (pelabuhan Lobam dan pelabuhan Bulang Linggi), dengan kepulauan di sebelah barat, seperti pelabuhan Tanjung Balai (pulau Karimun), pelabuhan Telaga Punggur
di pulau Batam, serta kepulauan di sebelah selatan seperti pulau Lingga
dan Singkep. Untuk pelayaran ke luar negeri, pelabuhan Sri Bintan Pura
juga mempunyai jalur perhubungan ke Singapura (HarbourFront dan Tanah
Merah) serta Malaysia (Stulang Laut).
Beberapa jenis kapal yang mempunyai jalur pelayaran dari dan ke pelabuhan Sri Bintan Pura
antara lain adalah: kapal ferry Sentosa, kapal Merbau, dan lain-lain.
Perahu motor pompong juga dipakai untuk menghubungkan kota ini dengan pulau Penyengat yang jaraknya cukup dekat (10 sampai 15 menit).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar