Minggu, 06 Oktober 2013

Pulau Penyengat Tanjung Pinang, Indonesia




Tentang Pulau Penyengat

Pulau Penyengat



Ya, nama pulau ini mengingatkan kita dengan hewan kecil, lebah. Konon, saat pulau ini belum berpenghuni seperti sekarang, sering disinggahi oleh nelayan atau pelaut. Saat itu ada seorang nelayan yang tengah mengambil air dan dikejar oleh sekelompok binatang kecil seperti lebah yang mempunyai sengat. Nelayan itu pun lari sambil berteriak 'Penyengat... penyengat... penyengat'. Hal itulah yang menjadikan pulau ini dikenal sebagai Pulau Penyengat.



Pulau seluas 2.500 x 750 m ini berjarak 6 km dari Kota Tanjung Pinang, Propinsi Kepulauan Riau atau 35 km dari Pulau Batam. Pulau ini merupakan salah satu obyek wisata andalan di Kepulauan Riau. Selain memiliki panorama yang indah, di pulau ini juga terdapat beberapa obyek wisata lainnya, yang salah satunya menjadi landmark pulau ini, yaitu Masjid Raya Sultan Riau. Masjid ini terbilang unik karena pembangunan masjid ini menggunakan telur sebagai perekatnya, bukan menggunakan semen. Selain itu ada juga makam raja-raja Riau, salah satunya makam Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam 12 nya, Bukit Kursi yang merupakan benteng pertahanan semasa peperangan, Balai Adat yang merupakan tempat penyimpanan perkakas raja dan tuan putri yang sekarang digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat kegiatan.

Akses ke Pulau Penyengat transport

Dari Kota Tanjung Pinang kamu bisa menggunakan perahu motor kecil yang disebut pompong. Pompong ini bisa memuat 20-30 orang dan kamu akan dikenakan tarif sekitar Rp. 5.000,00 per orang untuk sekali jalan. Pompong ini juga bisa kamu sewa dengan tarif Rp. 50.000,00 untuk sekali jalan. Sedangkan untuk transportasi selama di Pulau Penyengatan, kamu bisa menggunakan becak motor. Tarifnya menyesuaikan dengan jarak yang ingin kamu capai. Namun jika kamu ingin mengelilingi pulau dengan becak motor ini kamu dikenakan tarif Rp. 20.000,


  Masjid Penyengat 
 
Masjid berwarna kuning ini dibangun mas kawin Sultan Mahmud kepada calon istrinya yaitu Engku Putri Raja Hamidah. Pada awal pembangunannya tahun 1803, masjid ini tidak sekokoh seperti sekarang.
Bangunan masjid ini awalnya berbahan dari kayu, namun pada tahun 1832 pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdul Rahman, masjid ini direnovasi. Renovasi masjid ini bertujuan agar lebih banyak lagi jamaah yang bisa ditampung di dalam masjid. Sekarang masjid ini memiliki panjang 19,80 meter dan lebar 18 meter, ditopang oleh 4 pilar dan 13 kubah bulat, yang mampu menampung 3.000 jamaah.
 
Masuk ke dalam masjid, pengunjung akan melihat kitab suci Al Quran tulisan tangan dan dua lemari perpustakaan Kerajaan Riau-Lingga dengan pintu berukir kaligrafi di kiri dan kanannya.
 
Puas menikmati keindahan masjid ini, kita bisa mengelilingi pulau ini dengan menggunakan becak motor dengan biaya sewa Rp 25.000/jam. Kita akan dibawa ke beberapa tujuan lainnya seperti makam Engku Putri Raja Hamidah, makam Raja Haji Fisabilillah, makam Raja Jakfar, Istana Kantor, dan Balai Adat Indra Perkasa, tempat sumber mata air di pulau ini. Sama halnya Masjid Raya Sultan Riau, komplek makam raja-raja tersebut di dominasi warna kuning, yang menjadi simbol kejayaan Melayu kala itu.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar