Tentang Pulau Penyengat
Ya, nama pulau ini mengingatkan kita dengan hewan kecil, lebah. Konon, saat pulau ini belum berpenghuni seperti sekarang, sering disinggahi oleh nelayan atau pelaut. Saat itu ada seorang nelayan yang tengah mengambil air dan dikejar oleh sekelompok binatang kecil seperti lebah yang mempunyai sengat. Nelayan itu pun lari sambil berteriak 'Penyengat... penyengat... penyengat'. Hal itulah yang menjadikan pulau ini dikenal sebagai Pulau Penyengat.
Pulau seluas 2.500 x 750 m ini berjarak 6 km dari Kota Tanjung Pinang,
Propinsi Kepulauan Riau atau 35 km dari Pulau Batam. Pulau ini merupakan
salah satu obyek wisata andalan di Kepulauan Riau. Selain memiliki
panorama yang indah, di pulau ini juga terdapat beberapa obyek wisata
lainnya, yang salah satunya menjadi landmark pulau ini, yaitu Masjid
Raya Sultan Riau. Masjid ini terbilang unik karena pembangunan masjid
ini menggunakan telur sebagai perekatnya, bukan menggunakan semen.
Selain itu ada juga makam raja-raja Riau, salah satunya makam Raja Ali
Haji yang terkenal dengan Gurindam 12 nya, Bukit Kursi yang merupakan
benteng pertahanan semasa peperangan, Balai Adat yang merupakan tempat
penyimpanan perkakas raja dan tuan putri yang sekarang digunakan oleh
penduduk setempat sebagai tempat kegiatan.
Akses ke Pulau Penyengat
Dari Kota Tanjung Pinang kamu bisa menggunakan perahu motor kecil
yang disebut pompong. Pompong ini bisa memuat 20-30 orang dan kamu akan
dikenakan tarif sekitar Rp. 5.000,00 per orang untuk sekali jalan.
Pompong ini juga bisa kamu sewa dengan tarif Rp. 50.000,00 untuk sekali
jalan. Sedangkan untuk transportasi selama di Pulau Penyengatan, kamu
bisa menggunakan becak motor. Tarifnya menyesuaikan dengan jarak yang
ingin kamu capai. Namun jika kamu ingin mengelilingi pulau dengan becak
motor ini kamu dikenakan tarif Rp. 20.000,
Masjid Penyengat
Masjid berwarna kuning ini dibangun mas kawin Sultan Mahmud kepada calon
istrinya yaitu Engku Putri Raja Hamidah. Pada awal pembangunannya tahun
1803, masjid ini tidak sekokoh seperti sekarang.
Bangunan masjid ini awalnya berbahan dari kayu, namun pada tahun 1832
pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdul Rahman,
masjid ini direnovasi. Renovasi masjid ini bertujuan agar lebih banyak
lagi jamaah yang bisa ditampung di dalam masjid. Sekarang masjid ini
memiliki panjang 19,80 meter dan lebar 18 meter, ditopang oleh 4 pilar
dan 13 kubah bulat, yang mampu menampung 3.000 jamaah.
Masuk ke dalam masjid,
pengunjung akan melihat kitab suci Al Quran tulisan tangan dan dua
lemari perpustakaan Kerajaan Riau-Lingga dengan pintu berukir kaligrafi
di kiri dan kanannya.
Puas menikmati keindahan
masjid ini, kita bisa mengelilingi pulau ini dengan menggunakan becak
motor dengan biaya sewa Rp 25.000/jam. Kita akan dibawa ke beberapa
tujuan lainnya seperti makam Engku Putri Raja Hamidah, makam Raja Haji
Fisabilillah, makam Raja Jakfar, Istana Kantor, dan Balai Adat
Indra Perkasa, tempat sumber mata air di pulau ini. Sama halnya Masjid
Raya Sultan Riau, komplek makam raja-raja tersebut di dominasi warna
kuning, yang menjadi simbol kejayaan Melayu kala itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar